Main Article Content

Abstract

Setidaknya ada dua corak tulisan tentang pendidikan salafi yang kerap muncul di permukaan. Pertama, mencoba untuk memosisikan secara apologis akan relevansi fungsional antara pendidikan salafi dengan ideologi negara, modernitas, dan realitas kemajemukan bangsa. Sedangkan yang kedua malah sebaliknya, justru melakukan kritik dan otokritik terhadap konsep pendidikan salafi, yang karena konservatismenya, dipandang kurang bersahabat dengan ideologi negara dan realitas kebangsaan. Sementara, tulisan ini sedikit lebih unik. Di dalamnya membahas tentang adanya fakta-fakta operasional yang menimbulkan dilema antara pendidikan salafi yang notabene bersifat perenialis dengan paradigma pragmatisme dan progresifisme. Uniknya lagi, ketiga paradigma yang dianggap kontras ini justru “bernegosiasi”, koersif atau tidak, dalam pengoperasionalisasian pendidikan pada SDIT di Langsa, Aceh. Sehingga mendorong lahirnya kemungkinan bermetamorfosisnya pendidikan salafi ke arah paradigma baru bernama “salafi progresif”. Kreasi metodologis yang berbasis pada data fenomenologis ini diharapkan akan mampu menjadi top model rumusan dasar filosofis bagi pendidikan salafi di Indonesia.

Article Details

Author Biographies

Mahyiddin Mahyiddin, Institut Agama Islam Negeri Langsa

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Mustamar Iqbal Siregar, Institut Agama Islam Negeri Langsa

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Muhammad Affan, Institut Agama Islam Negeri Langsa

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
How to Cite
Mahyiddin, M., Siregar, M. I., & Affan, M. (2018). Paradigma Baru Pendidikan Salafi: Negosiasi Perenialisme, Pragmatisme, dan Progresifisme pada SDIT di Langsa, Aceh. Millah: Journal of Religious Studies, 17(2), 197–220. https://doi.org/10.20885/millah.vol17.iss2.art3