Main Article Content

Abstract

Indonesia currently does not explicitly regulate the seizure of assets without punishment in Indonesian laws and regulations. Existing regulations only regulate the seizure of assets through criminal proceedings. This study wants to examine how the urgency of regulating the concept of non-conviction based asset forfeiture in the legislation and its correlation to the return of state finances in the perspective of economic analysis of law. This research is normative juridical, that is carried out by reviewing or analyzing secondary data in the form of legal materials, especially primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results of this study concluded that the regulation on asset confiscation without punishment is still not comprehensive enough so that the ratification of the Asset Confiscation Bill is needed. In the perspective of economic analysis of the law, the ratification of the bill can minimize the number of perpetrators of hiding assets and the efficiency of law enforcement policy efforts, so that it can be oriented towards the effectiveness of recovering state financial losses.

Key words: Economics; seizure of assets; criminal; legal

Abstrak

Indonesia saat ini tidak secara tegas mengatur perampasan aset tanpa pemidanaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Regulasi yang ada hanya mengatur perampasan aset melalui proses pidana. Penelitian ini ingin mengkaji bagaimana urgensi pengaturan konsep perampasan aset tanpa pemidanaan (non-conviction based asset forfeiture) dalam peraturan perundang-undangan serta korelasinya terhadap pengembalian keuangan negara dalam perspektif analisa ekonomi terhadap hukum (economic analysis of law). Penelitian ini bersifat yuridis normatif, yakni dilakukan dengan cara mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan hukum terutama bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan tentang perampasan aset tanpa pemidanaan masih belum cukup komprehensif sehingga dibutuhkan pengesahan RUU Perampasan Aset. Dalam perspektif analisa ekonomi terhadap hukum, pengesahan RUU tersebut dapat menimimalisir tingginya pelaku kejahatan penyembunyian aset dan efisiensi upaya kebijakan penegakan hukum, sehingga dapat berorientasi pada efektivitas pengembalian kerugian keuangan negara.

Kata Kunci: Ekonomi; perampasan aset; pidana; hukum

Keywords

Economics seizure of assets criminal legal

Article Details

How to Cite
Hafid, I. (2021). Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan Dalam Perspektif Economic Analysis Of Law. Lex Renaissance, 6(3), 465–480. https://doi.org/10.20885/JLR.vol6.iss3.art3

References

  1. Buku
  2. Amrani, Hanafi, Hukum Pidana Pencucian Uang, UII Press, Yogyakarta, 2015.
  3. Cooter, Robert, dan Ullen, Thomas., Law and Economics, Cetakan Ketiga, Eddison Wesley Longman, Inc., Amerika Serikat, 2000.
  4. Greenberg, Theodore S., Stolen Asset Recovery, A Good Practices Guide for Non-Conviction Based Asset Forfeiture, The World Bank & UNODC, Washington D.C., 2009.
  5. Husein, Yunus., Penjelasan Hukum tentang Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan & Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2019.
  6. Kistiana, Yudi, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Perspektif Hukum Progresif, Thafa Media, Yogyakarta, 2015.
  7. Luthan, Salman, Kebijakan Kriminalisasi di Bidang Keuangan, UII Press, Yogyakarta, 2014.
  8. Molejatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 2000.
  9. Posner, Richard Economics Analysis of Law, Edisi Kelima, Aspen Law & Business, New York, 1998.
  10. Purwoleksono, Didik E., Hukum Pidana, Airlangga University Press, Surabaya, 2014.
  11. Ramelan, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana, BPHN Kemenkumham RI, Jakarta, 2012.
  12. Rinwigati, Patricia, Tindak Pidana Ekonomi dalam RKUHP: Quo Vadis? Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Jakarta, 2016.
  13. Vettori, Barbara, Tough on Criminal Weakth Exploring the Practice of Proceeds from Crime Confiscation in the EU, Springer, Berlin, 2006.
  14. Jurnal
  15. Ade Mahmud, “Urgensi Penegakan Hukum Progresif untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Masalah Hukum, Vol. 49, No. 3, 2020.
  16. David S. Romantz, “Civil Forfeiture and The Constitution: A Legislative Abrogation of Right and The Judicial Response: The Guilt of The Res”, Suffolk University Law Review, Vol. 28, 1994.
  17. Frassminggi Kamasa “Kejahatan Kerah Putih, Kontraterorisme, dan Perlindungan Hak Konstitusi Warga Negara dalam Bidang Ekonomi”, Jurnal Konstitusi, Vol. 11, No. 4, 2014.
  18. Husodo, Adnan Topan., “Catatan Kritis atas Usaha Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 7, No. 4, 2010.
  19. Herbert Hovenkamp, “Rationality in law and Economics”, George Washington Law Review, Vol. 60, 1992.
  20. Mahrus Ali, “Penegakan Hukum Pidana yang Optimal (Perspektif Analisis Ekonomi Terhadap Hukum)”, Jurnal Hukum, No. 2, Vol. 15, 2008.
  21. Marfuatul Latifah, “Urgensi Pembentukan Undang-Undang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana di Indonesia”, Negara Hukum, Vol. 6, No. 1, 2015.
  22. Refki Saputra, “Tantangan Penerapan Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana (Non-Conviction Based Asset Forfeiture) dalam RUU Perampasan Aset di Indonesia” Jurnal Integritas, Vol. 3, No. 1, 2017.
  23. Thomas J. Miles, “Empirical Economics and Study of Punishment and Crime”, University of Chicago Legal Forum, Vol. 237, 2005.
  24. Online
  25. DPR RI, “Program Legislasi Nasional” dalam http://www.dpr.go.id/uu/ prolegnas, diakses pada 10 Agustus 2021
  26. Hidayat, Rofiq, “Kasus Setnov, Visi ‘Asset Recovery’ Belum Jadi Prioritas,” dalam https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d0dbe1380889/kasus-setnov--visi-asset-recovery-belum-jadi-prioritas/, diakses pada 21 Juli 2021
  27. Rachman, Dylan A., “ICW: Kerugian Negara Akibat Korupsi pada 2018 Capai 9,29 triliun” dalam https://nasional.kompas.com/read/2019/04/28/15294381 /icw-kerugian-negara-akibat-korupsi-pada-2018-ca pai-rp-929-triliun?page=all, diakses pada 10 Agustus 2021.
  28. Ristianto, Christoforus., “Pengamat: Koruptor Lebih Takut Miskin daripada Mati” dalam https://nasional.kompas.com/read/2019/07/30/15344231/pengamat-koruptor-lebih-takut-miskin-daripada-mati, diakses pada 15 Agustus 2021
  29. Putusan
  30. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 130/Pid.sus-TPK/2017/PN.Jkt.Sel.
  31. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain
  32. Perundang-Undangan
  33. Financial Action Task Force
  34. RUU Perampasan Aset Tindak Pidana
  35. United Nations Convention against Corruption 2003
  36. United Nations Convention against Transnational Organized Crimes
  37. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164)