Isu separatis atau separatisme di Indonesia pasca kejatuhan Soeharto menjadi salah satu isu paling mencemaskan di tengah badai krisis multidimensional yang belum tampak akan berakhir. Meski formulasi dari tuntutan pemisahan diri dan Negaru Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu lebih banyak dalam bentuk ide atau gagasan ketimbang kekerasan sebagaimana terjadi di beberapa wilayah. tetapi justru disitulah masalahnya, karena ide atau gagasan tidak pernah bisa dimatikan dengan senjata apapun, kecuali causa munculnya ide itu diselesaikan dengan cara bermartabat. Dalam sejarah, kekerasan tidak pernah bisamengakhiri masalah kecuali hanya akan memupuk kejengkelan dan dendam yang sewaktu-waktu dapat memicu kekerasan balik.

Model penanganan masalah pada kasus Timor-timur, Aceh dan Irian Jaya (Papua) adalah contoh nyata tentang bagaimana penanganan masalah dengan kekerasan tak pemah mampu menyelesaikan masalah, kecuali pada akhimya Timor Timur lepas. sementara Aceh dan Irian Jaya tak kunjung reda.

Eksploitasi habis sumber daya alam daerah; sentralisasi kekuasaan politik pada wilayah yang didominasi oleh golongan tertentu; dominasi dan hegemoni kultural dengan pengabaian telanjang atas kekayaan kultural daerah serta model pendekatan refresif kekuasaan dalam menangani aspirasi berbeda selama paling tidak 30 tahun terakhir adalah causa yang membingkai ide pemisahan diri. Bahwa ide itu tak sempat mewujud menjadi tuntutan riil selama Orde Baru, tidak lain karena tekanan dan kontrol kekuasaan demikan keras dan menekan, meski represifitas kekuasaan justru semakin mengentalkan ide separatisme.

Itu sebabnya ketika Soeharto jatuh Mei 1998 lain, yang berarti berakhirnya kekuasaan represif, ide pemisahan diri berusaha untuk diwujudkan, bahkan oleh daerah-daerah yang selama ini tidak pernah terdengar ingin memisahkan diri, sebagaimana sempat dilontarkan oleh masyarakat Riau, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, meski kekuasaan baru yang menggantikan telah menunjukkan dan membuktikan kemauan politik dan hukum menuju negara demokratis.

Apa yang patut dilakukan oleh kekuasaan masa kini bagi upaya mengeliminir dan sejauh mungkin mengakhiri ide dan atau gerakan separatisme. Pertama, mengakhiri dan mengubur dalam-dalam perangai buruk Orde Lama dan Orde Baru dalam mengelola NKRI. Kedua, membangun pendekatan baru di dalam mengelola konflik. Ketiga, menerapkan kebijakan desentralisasi secara sungguh-sungguh. Dan Keempat, melakukan upaya serius dalam menyelesaikan secara hukum dan politik pelanggaran HAM masa lalu.

Sejumlah tulisan yang dimuat dalam jurnal kali ini, mencoba menelusuri dimensi politik, hukum, sosiologis dan kultural dari gejala separatisme dari pelbagai sudut pandang sehingga diharapkan dapat membantu menjernihkan pandangan kita tentang separatisme. Sidang pembaca yang budiman, pada edisi depan, Unisia akan mengangkat topik amandemen, UUD 1945. Kami mengundang pembaca untuk berpartisipasi, mengupas secara akademis kontroversi-kontroversi di dalam dan di balik amandemen konstitusi 1945.

Published: July 20, 2016